WELL.. dosa
rasanya membahas grup band dunia kalau tidak di mulai dari The Beatles. Bukan
karena gue yang ngefans berat tapi karena memang hampir semua pencinta musik
kenal sama grup asal Liverpool Inggris itu, paling enggak pernah denger lagunya
barang sekali dua kali.
Grup yang
beranggotakan 4 orang ini emang enggak dipungkiri kesaktiannya, dari mulai
debut pertamanya sampe tutup buku tahun ‘70 tetap di sukai dan di hormati oleh
para pendengar maupun pencipta musik, bahkan sampe saat ini.
Lagu-lagu The
Beatles banyak bertemakan soal cinta dan kritik sosial dengan lirik yang mudah
dipahami. Musik nya juga gak terlalu berat alias mudah dicerna… oleh balita sekalipun.
Harmoninya tersusun apik tanpa membedakan usia dan status. Itu sebabnya segmen
penggemarnya luas mulai dari ortu sampe cucunya, kaum tajir sampe papa, dari
yang bertitel Ph.D sampe yang kagak pernah makan sekolahan semuanya demen sama
musiknya. Abis enak sih…
Merupakan
tradisi atau apa, mereka yang sudah mapan mencoba melawan sesuatu yang menurut
mereka tidak benar atau aneh, coba simak lagu Taxman, Lady Madonna atau Eleanor
Rigby', pasti yang berkepentingan sakit kupingnya kalau ndengerin lagu itu.
Puncak
kekurangajaran terjadi ketika tahun ’66 John Lennon berujar bahwa The Beatles
lebih tenar dari Jesus Kristus. Kontan saja protes datang dari mana-mana,
mereka dikutuk album mereka dibakar. Untung saja Lennon segera minta maaf,
kalau enggak…
Ketenaran serta
uang yang berlimpah membuat para personil The Beatles mulai jenuh akan
rutinitas. Mereka berguru pada Maharishi Mahesh Yogi yang orang India tulen
untuk belajar meditasi, mereka mencoba memasuki alam trance. Alam yang katanya
membuat orang jadi sadar kagak mati juga kagak. Jadi apa dong… au ah gelap!.
Album Magical
Mistery Tour mungkin bisa memberi gambaran tentang apa yang ada dalam benak
mereka pada saat itu.
Selain bermusik
mereka sempat juga membuat film seperti A Hard Day’s Night, Help dll, tapi
kalau mau menilai bagaimana akting mereka di depan kamera, jangan nyetel yang
judulnya Yellow Submarine. Soalnya itu film kartunnya.
Sebagian besar
lagu-lagu The Beatles yang membawakan kalau enggak Lennon ya Paul, sedang di
antara keempat personilnya suara Ringo yang punya warna beda.
Sepeninggal
sang manajer Brian Epstein yang diikuti dengan perseteruan antara John Lennon
dengan Paul McCartney membuat The Beatles di ambang kematian. Paul berniat
mengambil alih jabatan manajer tapi ditolak. Meski George Harrison dan Ringo
Starr berada di pihak yang netral tetap saja mereka tidak bisa mendamaikan
kedua jenius itu. Sampai akhirnya The Beatles tidak bisa tertolong lagi alias
wafat dengan selamat tanggal 10 April 1970.
Banyak yang
menyayangkan memang, tapi mau gimana lagi, lha wong udah pada gak kompak… iya
to!.
Perpecahan The
Beatles tercatat sebagai perpecahan paling menghebohkan dalam dunia musik
sepanjang jaman. Sesudah pecah masing-masing personilnya mengejar tujuan
musiknya. John Lennon tetap bertahan terhadap gaya musik popnya yang khas serta
melakukan beberapa kegiatan sosial bersama istri ke-duanya Yoko Ono. Paul
kemudian membentuk Wings, George Harrison menekuni musik timur bersama Ravi
Shankar. Sementara Ringo Starr lebih suka menjadi bintang film.
The Beatles
telah tiada tetapi arwahnya tetap bergentayangan merasuki jiwa para
Beatlemania. Lennon dkk telah membuat sejarah dan sejarah belum terulang sampai
saat ini.
Banyak yang
bilang kalau suka musik The Beatles berarti anak mama tapi kalau suka The
Rolling Stones berarti anak pemberontak !.
Kayaknya emang
gak begitu salah, kelakuan personil The Rolling Stones saat on maupun off
stages emang bikin ihh…. Pernah di beritakan pada suatu konser mereka di
Amerika sana sepasang adam hawa melakukan hubungan seks di tengah kerumunan
puluhan ribu penonton!.. gile benerr…
Eh… pas Mick
Jagger manggung di Senayan sekitar tahun 89-an ada enggak ya yang kayak gitu…
Kalau dilihat
beberapa lirik lagu-lagu mereka cenderung tendensius dan memacu adrenalin untuk
mengalir deras, simak Symphati for The Devil, Beast of Burden, Under My Thumb,
Play With Fire, I can’t get no satisfaction atau yang lainnya.
Musik The
Stones sangat menyentuh dengan lirik yang sederhana tapi “kuat”. Mick Jagger
dan Keith Richard paham gimana caranya mempengaruhi penggemarnya, kedua
dedengkot itu seakan tahu betul apa permasalahan anak muda, lalu mereka mencoba
memberikan solusinya lewat musik. Maka tak heran pada masa itu para penganut
Flower Generation menjadikan karya-karya The Rolling Stones menjadi semacam
buku panduan hidup.
Gak tau kenapa
ya kalau ndengerin lagu-lagu mereka khok seakan kita ditemenin, merasa tenang
mirip anak kecil kalau diberi boneka. Ada pepatah, “Kalau anda pergi ke tempat
terpencil apa yang anda bawa, album The Rolling Stones”.
The Stones
identik dengan narkoba, berapa kali mereka berurusan dengan polisi karena
barang haram itu. Juga untuk urusan syahwat, kabarnya Mick Jagger sudah pernah
mengencani istri-istri personil yang lain kecuali istrinya Charlie Watts!. Wah gawat…
Selain yang
negatif di atas ada juga lho yang positif, seperti bagaimana mereka memandang
pentingnya suatu kekompakan. Selepas Bryan Jones yang digantikan Ronny Wood,The
Stones belum pernah ganti personil. Dalam Waiting On A Friend mereka
menggambarkan persahabatan adalah sesuatu yang indah.
Meskipun urakan
mereka juga mampu menciptakan lagu-lagu cantik, simak saja She’s A Rainbow,
Memory Motel, Backstreet Girl atau Lady Jean. Untuk lagu yang pertama, ini
mengingatkan gue sama temen yang ada di sono no…
She combs
colors everywhere
She combs hairs
She’s like a
rainbow…
Sampai tulisan
ini dibuat The Stones masih berdiri dengan tegar meski usia para personilnya
udah lebih dari setengah abad alias udah pada bau tanah. Mungkin karena semangat
serta penjiwaan di musik yang mereka tekuni membuat The Stones tetap eksis di
tengah gempuran grup-grup baru. Jagger dan konco-konco tidak tega meninggalkan
para Stones mania. Tahun ini The Stones memulai tur konsernya di beberapa
negara. Sayang di sayang sekali mereka ogah mampir ke sini, bukan karena kagak
ada promotor tapi mungkin lebih karena kondisi negri ini yang masih amburadul
dul dul dul… shit!.
Bulan ini Mick
Jagger di undang ratu Elizabeth untuk di anugrahi gelar Sir. Kaum bangsawan
yang konservatif memprotesnya karena katanya Mick enggak layak dapet gelar yang
cuman boleh di pake sama orang yang darahnya biru saja. Tapi ucapan seorang
ratu adalah titah yang tak terbantahkan. Ya… akhirnya harus rela deh para
bangsawan kolot itu untuk duduk sebangku dengan si bibir dower.
Ternyata usut
punya usut keputusan kontroversial itu adalah hasil rekomendasi PM Tony Blair
yang emang penggemar berat The Rolling Stones. Ehmm… pantes aja…
Formasi The
Rolling Stones sekarang Mick Jagger, Keith Richard, Ron Wood dan si culun
Charlie Watts minus Bill Wyman yang mengundurkan diri belakangan ini. Mungkin
karena faktor usia.
Di tengah
buaian musik The Beatles dan The Rolling Stones yang kadang enak buat tidur
muncul aliran yang lebih progresif yang diusung oleh empat cowok jagoan yang
tergabung dalam Led Zeppelin. Mereka memasuki jagad musik untuk memenuhi
keinginan sebagian masyarakat yang haus akan musik yang lebih nyaring yang
lebih honky tonk.
Musik Led
Zeppelin benar-benarguitar oriented, seolah tidak ada waktu luang bagi dewa
gitar Jimmy Page untuk berdiam diri menunggu waktu interlude tiba. Dengan warna
vokal Robert Plant yang melengking serta di padu dengan erangan distorsi gitar
ditambah pukulan bedug dinamis John Bonham yang diikuti dengan dentuman bass John
Paul Jones maka jadilah musik yang hingar bingar sejati.
Jimmy Hendrix,
Led Zeppelin serta Deep Purple merupakan
peletak dasar musik cadas yang ada sekarang. Mereka menciptakan beat-beat yang
nantinya menjadi panduan dalam memainkan musik metal.
Diantara sekian
banyak tembang-tembang Led Zeppelin, ada satu lagu yang sangat harmonis dan
bersejarah,Stairway to Heaven. Lagu tersebut merupakan hasil olah pikir yang
mendalam dari sang maestro musik. Dalam
bait terakhir mereka berpesan:
The tune will come to you at last
When all are
one and one is all
To be a rock
and not to roll…
Dan gue
berpesan, “Jatuhkan lututmu, sujudlah kepada para pelopor musik”.
Sekarang kita
menyebrang ke benua Amerika tepatnya Amerika selatan. Disana sudah menunggu
pakar musik afro-latin Santana.
Sebagai
pemimpin, Carlos Santana berhasil membawa musik latin yang enak dibuat joged ke
dalam jalur rock dengan tetap mengusung perangkat khas musik latin seperti
selusin perkusi dan conga.
Lagu mereka
yang pasti udah pernah kita dengar seperti Oye Comova, BMW (Black Magic Woman)
dan yang baru Smooth.
Grup yang
pernah manggung di Senayan ini keliatannya cukup mampu menggiring penggemar
rock untuk juga melirik musik latin sebagai musik alternatif mereka.
Sekarang kita
balik lagi ke Eropa lebih presisi lagi Inggris. Gue heran kenapa grup-grup
legendaris banyak dilahirkan di Inggris, ternyata masyarakatnya bukan cuman
doyan bola tapi jago juga main musik.
Di negara union
jack itu selain tiga grup yang di sebutkan di atas ada lagi, Genesis.
Sebagian orang
mungkin menyangka kalau Genesis dulu dibentuk salah satunya oleh Phil Collins.
Padahal si botak itu datengnya belakangan. Awalnya seksi vokal dipegang oleh
Peter Gabriel sedang Phil pada drum, tapi gak tau kenapa ehh malah Phil yang jadi
tukang cuap-cuap merangkap tukang pukul bedug. Melihat kondisi yang sudah
berbalik ini akhirnya pak Peter cabut dari Genesis.
Awalnya
terlihat sekali idealisme mereka. Musiknya kurang enak didengar alias bukan
selera pasar.
Setelah Phil
Collins ikut menulis lagu dan pegang microphone musik Genesis mulai di gemari,
selain karena warna vokalnya yang khas, gebukan drum yang berciri juga karena
tangan dinginnya dalam membuat lagu-lagu manis. Katanya, udah bawaan orok sih..
Meskipun begitu
bukan lalu Genesis di dominasi oleh bocah ajaib itu, musik Genesis
berkomposisikan hampir merata untuk setiap personilnya, malah kadang
terlihatTony Banks yang jago memainkan synthesizer nada-nada pendek dengan
teknik pengulangan cukup menonjol pada musik Genesis.
Lagu-lagu
Genesis yang cukup tenar seperti, Me and Sarah Jane, No Reply at All, Ilegal
Alien, Throwing It All Away, Invisible Touch dll.
Karena hanya
berisi tiga orang tetap maka setiap manggung Genesis selalu membawa pemain
tambahan Chester Thomson dan Daryl Stuemer pada seksi drum dan gitar pada saat
Mike Rutherford pegang bass.
Gak lama
setelah album We Can’t Dance dirilis th ’91 Phil Collins memutuskan untuk
keluar untuk konsentrasi pada solo karir. Sebenarnya itu juga dilakukannya
berbarengan dengan dirinya di Genesis.
Cukup banyak
perpedaan antara musik Genesis dan Phil Collins. Di solonya Phil lebih banyak
menempatkan instrumen trompet dan drum untuk mengisi komposisinya. Lagu-lagunya
juga lebih santai dengan muatan harmonis. Liriknya bertemakan pribadi dan
pengalaman hidupnya. Simak lagu seperti Don’t Let Him Steal Your Heart Away,
Why Can’t It Wait ‘Till Morning, Like A China, All Of My Life dll. Untuk yang
juga penggemar Eric Clapton silahkan puter I Wish It Would Rain Down.
Phil termasuk
musisi papan atas, almarhumah putri Diana pernah nonton salah satu konser Phil
Collins. Kadang gue gak habis pikir, bisa aja tuh orang buat lagu-lagu bagus.
Sama seperti di
Genesis, Phil Collins juga memboyong Chester Thomson dan Daryl Stuemer untuk
bantu-bantu di setiap konsernya. Gile enak banget tuh orang, dapat order
sana-sini.
Phil Collins
pernah sekali gelar konser di Jakarta tepatnya di bekas sirkuit Ancol. Itu
konser emang top banget, baik dari sound system, lighting maupun tata panggung,
semuanya megah.
Kita belon
kemana-mana tapi masih tetap di Inggris!. Ini dia yang kita tunggu-tunggu, here
they come… QUEEN
Nothing
compares to them.
Dengan latar
belakang sang vokalis sebagai mantan penyanyi gereja, teknik koor Queen
memiliki ciri khas yang sampe sekarang belon ada yang nyamain, begitu juga
sound harmony yang disisipkan Brian May pada setiap interlude. Andra dengan
sukses mengadopsi teknik cantik ini pada beberapa lagu Dewa 19.
Dengan di
dukung penguasaan bermusik setiap personilnya terutama Freddie Mercury plus
Brian May dihasilkan karya-karya yang sangat apik, simak Love of My Life, You
and I atau Bohemian Rhapsody yang oleh Guiness Book of Records dinobatkan
sebagai lagu favorit sepanjang masa.
Sebagian besar
tembang-tembang Queen di ciptakan oleh Freddie yang kadang liriknya sedikit
nakal seperti pada Get Down Make Love
atau Don't Stop Me Now
I’m a sex machine ready to reload…
Seperti halnya
The Beatles dan The Rolling Stones, Queen juga mengabadikan tentang hangatnya
sebuah persahabatan lewat karya You’re My Best Friend dan Friends Will be
Friends.
Queen yang
diperkuat oleh Freddie Mercury vokal, Brian May gitar, John Deacon bass dan
Roger Taylor drum juga menjalin kerja bareng dengan musisi lain seperti David
Bowie yang menghasilkan karya Under Pressure, yang mengkritik kita, kenapa
kerja mesti mati-matian, santai aja man…
Selain merilis
album, grup yang pada setiap konsernya selalu di tutup dengan lagu God Saves
The Queen ini sempat pula membuat soundtrack untuk film Flash Gordon.
Tak dipungkiri
jasa besar Freddie membesarkan Queen, sepeninggalannya karena AIDS 24 November
1991 mengakibatkan Queen kehilangan satu kaki yang membuat Queen jadi sulit
untuk berjalan. Tanpa Freddie Queen lebih baik dimatikan, Queen memang bukan
Freddie tapi Freddie adalah jantungnya Queen. Made in Heaven album terakhir
yang belum kelar akhirnya dirilis setelah kematiannya.
Dunia bersedih,
kita kehilangan salah satu orang jenius musik. Untuk menghormati jasa besarnya
maka digelar konser A Tribute to Queen, yang tak lain tak bukan berkumpulnya
musisi dunia pada satu panggung dengan membawakan lagu-lagu Queen.
Meskipun Queen
telah tiada, karya-karyanya abadi dan tetap sebagai “ratu” musik dunia.
Pernah ada ide
kalau David Bowie dan George Michael bersedia menggantikan posisi om Freddie
tapi kagak jadi, syukurlah kalau begitu soalnya siapa yang pantas menduduki
posisi terhormat itu ? asli kagak ade… Freddie kagak ade jabanannya.
Sampai saat
ini, Queen sulit dicari bandingannya. Seperti tepat sekali kata Freddie “We are
the champion”.
Membahas
kehebatan Queen kagak ada abis-abisnya, tapi kayaknya ke Kanada enak deh…
soalnya di sana ada RUSH. Trio Canadian yang menggebrak panggung musik dunia.
Dengan formasi
Geddy Lee pada vokal, bass dan synthesizer, Neil Pert pada drum dan Alex
Lifeson pada seksi gitar, mereka mampu ikut memberikan warna di kancah musik
rock. Banyak grup-grup yang kemudian terpengaruh oleh musik RUSH.
Ketiga orang
tadi memiliki skil bermusik yang tinggi dan merata, sehingga tidak ada dominasi
antar mereka. Satu sama lain tahu apa yang harus dikerjakan, yang pada akhirnya
dihasilkan karya bermutu tinggi.
Tema liriknya
high tech dan futuristik dan jarang
menceritakan soal pribadi atau cinta-cintaan. Lagu Manhattan Project bercerita
tentang proyek yang dipimpin Oppenheimer tahun 1939 untuk membuat bom atom
sebagai oleh-oleh buat Jepang.
Suara vokal
yang sedikit keperempuan-perempuanan yang dihasilkan kerongkongan Geddy Lee
membuat RUSH memiliki ciri khas, di samping permainan gitarnya si mas Alex.
Lagu seperti
Tom Sawyer, Free Will, The Trees, Farewell To King atau Red Sector A kayaknya
wajib didengerin deh, no comment!.
Itu semua
menempatkan RUSH pada kursi yang sejajar dengan grup-grup rock kelas dunia.
Aduhh..
keliatannya kita harus balik lagi ke Inggris, abis gimana lagi, di sana
sarangnya grup-grup band papan atas.
Gimana kalau
kita bahas musik reggae, soalnya dari tadi rock rock melulu. Nah sekarang
beralih ke musik yang bikin pinggang bisa ikut goyang. Sebenarnya The Police
gak murni reggae, kadang mereka main di pop atau sedikit nge-rock.
Ciri dari grup
yang berasal dari negara yang pajaknya terbesar di dunia ini adalah
kesederhanaan. Baik musik maupun liriknya sederhana tetapi harmonis sehingga
membuatnya enak didenger.
The Police
tidak neko-neko dalam bermusik alias alon-alon waton klakon, pikirnya buat apa
buat yang susah-susah kalau yang ini saja sudah bagus. Kunci keberhasilan dari
grup ini adalah kemampuan personilnya, Sting, Andy Summer dan Steward Coppeland
menemukan nada-nada harmonis yang gampang diolah otak yang kemudian
memerintahkan untuk memproduksi serotonin sehingga yang mendengarkan bisa
mangut-manggut. Kalau di sini yaa mirip dengan Sheila On 7 lah..
Wrapped Around
Your Finger, Every Little Thing She Does Is Magic, Born In The 50’s, Every
Breath You Take, salah satu karya terbaik The Police.
Dari Inggris
kita terbang sedikit ke Belanda, Van Halen sudah menunggu dari tadi nih. Di
grup ini jagoan gitar rock bercokol, Eddie Van Halen. Musik Van Halen mudah
sekali di kenali dari sound-nya selain juga permainan gitar mas Eddie. Jump,
Right Here Right Now salah satu lagu ngetop karya wong londo itu. Meskipun kita
lagi gencar memberantas KKN ternyata 2 orang keluarga Van Halen nongkrong di
grup itu, Eddie Van Halen dan Alex Van Halen. Tapi yang jelas mereka berdua
bisa megang gitar dan drum bukan karena KKN tapi karena koneksi, nah lho..
bedanya apa…
Abis
ngeliat-ngeliat indahnya bunga Tulip kita langsung bergerak ke Irlandia untuk
mendobrak markasnya U2.
Pernah di
beritakan bahwa di salah satu konsernya didatangi penonton yang melebihi
banyaknya penontonThe Beatles. Gue sih percaya aja soalnya emang lagunya
enak-enak jadi penggemarnya pasti banyak. Sama seperti The Police, musik U2
juga sederhana dan minimalis tidak banyak terkandung masalah teknik. Yang
mereka lakukan mencipta lalu menyanyi dan mereka percaya kalau lagu-lagunya
banyak yang suka. That’s it, finish.
U2 yang
dikomandani oleh Bono Vox pernah membuat sound track film Batman dan Golden Eye
007 (dibawakan olehTina Turner).
Kayaknya jangan
berlama-lama ria di sini deh… takut diberondong sama pasukan IRA, mending kita
langsung cabut aja ke Amerika dimana HAM di jamin sama UUD.
Metallica grup
metal yang bermula dari garasi mobil. Siapa yang tidak kenal sama grup metal
asal California, USA yang dibentuk tahun 1981 ini. Meski masuk kategori Hard
Metal tapi lagu-lagunya masih bisa didengerin alias kuping enggak keberatan
untuk ndengerinnya. Coba aja ambil tape lalu puter Fade to Black, Sanitarium,
Nothing Else Matter atau Unforgiven atau yang lainnya, lumayan enak bahkan
untuk pengantar tidur. Ada juga sih yang ganas seperti Damage Inc., Dispossable
Heroes, Master of Puppet, Four Horsemen dll. Tapi kalau mau denger perpaduan
ke-duanya simak lagu One, salah satu lagu terbaik yang pernah diciptakan
Metallica.
Ciri musik
Metallica adalah komposisi dan sound-nya, pada awalnya mereka jago buat lagu
dengan kombinasi petikan dan ke-deep-an seperti pada Fade to Black, Sanitarium,
One, Unforgiven. Tapi belakangan mereka sudah tidak lagi menelorkan lagu-lagu
seperti itu, emang udah kagak mampu lagi atau apa yaaa…
James Hetfield,
Lars Ulrich, Kirk Hammet dan Cliff Burton mampu mengusung Metallica ke tempat
yang terhormat di jagad metal. Itu karena musik mereka beda dengan grup metal
lainnya, kalau enggak percaya tanya aja tetangga sebelah..!
Masih inget
Seek And Destroy… itu lagu jaman gue es em a jadi lagu wajib hampir setiap
pagelaran musik, baik tingkat sekolahan atau pada acara RT. Penontonnya dengan
senang hati mengoyangkan kepalanya naik turun yang dulu tenar dengan sebutan
head banging.
Album satu
sampe tiga posisi bass dipegang Cliff tapi pada album ke empat digantikan Jason
Newstead karena meninggal dalam kecelakaan bus saat melakukan tur konser. Cliff
sempat membuat solo bass di album Kill ‘Em All yang judulnya Pulling Teeth.
Untuk menghormati jasanya maka Metallica merilis lagu yang bernuansa duka-cita,
To Live Is To Die.
Sepeninggalan
Cliff Metallica langsung mengadakan audisi, dan orang yang beruntung itu adalah
Jason Newstead. Yang kalau di foto senengnya miring.
Metallica
pernah manggung 2 hari di stadion Lebak Bulus, konsernya berjalan mulus cuman
ada sedikit keributan di luar stadion yang menyebabkan dilarangnya konser musik
import untuk beberapa saat.
Kalau di
perhatikan dari album awal sampai terakhir, terlihat Metallica semakin matang
dalam bermusik, coba saja bandingkan album 1 – 3 dibandingkan yang ke 4 lalu
banding kan lagi dengan ke 5. Tapi sayang keliatannya para personilnya udah
mulai jenuh, itu bisa dilihat pada album-album terakhirnya yang sudah tidak
bercirikan Metallica lagi. “Come on friends, keep on stage with Marshall
noise”.
Kalau saja Dave
Mustaine enggak nendang anjingnya James Hetfield, tentu dia masih di Metallica
dan tidak membentuk grup Megadeth. Grup ini musiknya hampir mirip dengan
Metallica, lha wong pendirinya mantan gitaris Metallica juga. Cirinya adalah
dalam menyanyi Dave menggunakan gaya bertutur. Selain Dave yang juga pegang
gitar, Megadeth dibantu virtuoso Marty Friedman pada seksi lead gitar. Perpaduan
dua gitaris handal menghasilkan karya-karya yang apik. Pada album Cryptic
Writings terlihat kematangan Megadeth dalam bermusik.
Akhir tahun
2001 Megadeth gelar konser di Medan, kenapa Medan sih.. di sini di DKI khan
lebih banyak penggemarnya, alasannya katanya Jakarta lagi ada persiapan SU MPR,
brengsek.. kenapa sih SU lebih penting dari kedatangan Megadeth yang belon
tentu mau dateng lagi ke sini…shit!.
Pada rentang
tahun 80 sampe 90 banyak musisi besar muncul, pada dekade itu aliran metal
memiliki pengaruh yang cukup kuat. Salah satunya dua yang di atas. Pada era itu pula cukup banyak gitaris rock
hebat muncul seperti Kirk Hammet, Alex Scholnick, Joe Satriani ,Steve Vai
,Yngwie Malmsteen .
Diantara semua
itu ada satu yang bercirikan speed. Dia tidak lain tidak bukan adalah Yngwie
Malmsteen. Kecepatan jarinya sangat menakjubkan. Bermain dengan kecepatan
tinggi 200 mil per jam menjadikan Yngwie pemain gitar tercepat, semua orang
ingin seperti dia.
Dengan
background musik klasik Yngwie cukup sukses memasukan unsur klasik pada
beberapa karyanya.
Yngwie juga
pernah bikin konser di Solo tapi enggak sukses karena hujan tiba-tiba turun.
Kita mengharapkan kalau saja ada promotor sini yang mau mengundang Yngwie untuk
sekedar unjuk kebolehan di Senayan, gimana setuju khan…
Banyak musisi
hebat yang memiliki bakat alam alias otodidak, tapi banyak juga yang jebolan
sekolah musik seperti pada Dream Theater.
Seluruh
personilnya adalah kumpulan pemusik terbaik dari Berklee College Of Music. Bisa
dibayangkan gimana kalau sekelompok murid pinter berkumpul untuk membuat musik,
hasilnya adalah, kesempurnaan. Musik mereka terstruktur alias mengikuti
pakem-pakem yang layaknya diajarkan di sekolah musik.
Memang dapat
sedikit dibedakan antara pemusik sekolahan dengan yang otodidak, sebagai contoh
gak usah jauh-jauh kita lihat saja antara Ian Antono dengan Eet Syahrani. Ian
yang besar di lingkungan anak band, hasil karyanya cenderung sedikit liar tapi
penuh perasaan, sedangkan musik Eet yang pernah menimba ilmu pada Eddie Van Halen
ini kelihatan seperti berjalan di atas rel dengan dinamika yang dikontrol oleh
teori-teori.
Penguasaan
teknik pada setiap personil Dream Theater menghasilkan karya-karya yang indah,
simak saja seperti Pull Me Under, Another Day, Surrounded dll.
Dari tadi yang
dibahas grup yang anggotanya laki-laki semua, bagaimana kalau beralih ke musisi
perempuan yang karya-karyanya enggak kalah lho..
Pasti kamu-kamu
masih inget dengan lagu 99 Luft Balloons, itu lagu sering banget diputer di
radio sekitar pertengahan 80an. Sayang liriknya berbahasa Jerman, jadi
kite-kite yang kagak pernah makan kursus bahasa Jerman asli kagak bisa ngikutin
liriknya, sampe akhirnya judulnya dipelesetin jadi “99 Kali Niup Balon”.
Mungkin karena
dia mendengar keluhan kita, gak lama kemudian dirilis versi Inggrisnya 99 Red
Balloons, nah ini baru kite ngarti…
Si empunya
suara tersebut kagak lain kagak bukan adalah Nena , ibu tiga anak nan ayu dari
Jerman sana yang nama aslinya Gabriela Suzzane Kerner.
Sayang disayang
selepas lagu itu NENA kagak kedengeran lagi suaranya alias hilang dari
peredaran, itu mungkin karena kurangnya promosi atau warna musiknya kagak cocok
lagi ama orang model kite-kite.
Sekarang kita
ke Australia, banyak musisi terkenal yang dilahirkan di negeri ini seperti Bee
Gee, Olivia Newton John, John Bjork... eh dia khan pemain tenis!, tapi yang
akan kita bahas kali ini adalah si jelita Natalie Imbruglia.
Pendatang baru
ini langsung melejit pada debutan pertamanya. Meski enggak banyak lagu-lagu
dari albumnya dikenal di sini tapi yang jelas lagu Torn enak didenger, lirik
maupun warna vokalnya cocok banget, pokoknya enak banget, gue aja kalau malem
abis tiga..!. Selain cuap-cuap dia lumayan jago juga di depan kamera, liat aja
aktingnya di video klip Torn, sangat menjiwai perannya sebagai gadis yang
“terluka”.
Penyanyi mungil
yang satu kampung dengan janda kembang Nicole Kidman ini menulis sendiri
sebagian besar lagu-lagunya, udah cantik pinter pula.. coba kurang apa. Aduh
kapan ya mbak Natalie gelar konser di Senayan…
Coda…
Kita sudah
ngalor-ngidul ngetan ‘mbali ngulon ngomongin soal grup-grup musik yang ada di
planet ini, emang enggak semuanya sih…
Kalau
diperhatikan perkembangan musik sejalan dengan berubahnya jaman, kalau dulu era
’60-an hingar bingar ala Jimmy Hendrix yang sarat akan noise merupakan musik
yang paling keras pada saat itu, tapi sekarang cara seperti itu sudah
kadaluarsa alias sudah diganti dengan teknik permainan dengan instrumen yang
lebih maju. Itu terjadi pula pada jenis aliran musik lainnya, jazz, blues,
country dll.
Cuman dangdut
aja yang dari jaman Belanda gigit Jepang sampe sekarang musiknya gitu-gitu aja,
paling yang beda cuman penari latarnya yang sekarang lebih montok-montok dengan
baju setengah tiang alias udelnya kadang ada di kiri kadang di kanan.
Kita harus
berterimakasih kepada mereka yang telah berjasa besar meletakan dasar musik
yang ada sekarang. Tanpa mereka mungkin saat ini kita masih ‘ndengerin suara
gamelan yang ‘ndengerinnya pake baju batik.
Pecinta musik
yang terhormat adalah yang menghargai “pahlawannya”.
Well.. sebagai kata penutup, jangan menutup terhadap musik karena musik tidak bisa ditutup-tutup seperti halnya kuping yang tidak bisa tertutup. Menutup akan musik berarti menutup kuping, padahal kuping diciptakan bukan untuk ditutup.
Berharap kuping
tidak ditutup karena tidak mungkin tertutup kalau tidak ada sebabnya kenapa
ditutup. Hidup tutup... Thanks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar