Selasa, 07 Januari 2014

Relativitas II




 DHANIAR tampak sedang membuka-buka majalah. Majalah khusus wanita. Majalah yang berisi bukan melulu soal kewanitaan secara fisik, tapi juga memuat artikel-artikel umum guna mengasah nalar objektif yang memang jarang sekali digunakan oleh kaum yang sebagian orang anggap lemah ini.


Meskipun begitu, bukan berarti para lelaki, dosa untuk sekedar membacanya. Karena kadang informasi di dalamnya berguna juga untuk mengetahui sebenarnya apa sih perempuan itu dan kenapa sih begitu banyak prosedur hidup yang harus dijalani.


Memang kalau dicermati, hampir segala sisi kehidupan wanita menarik untuk dilihat, menarik untuk dibahas dan menarik untuk diomongin.

Meski bentuk kodratnya kecil mungil plus tenaga yang kurang seberapa, tapi memiliki kekuatan tak tampak relatif yang sangat besar hingga bisa ``memakan`` orang-orang besar.


Masih ingat bagaimana hebatnya Eva Braun dengan segala pesonanya membuat Hitler sang Feurer yang bercita-cita menciptakan kampung dunia yang bersih dari orang Yahudi dengan dia sebagai lurahnya dapat bertekuk lutut.

Jatuhnya sang legenda John Lennon ke dunia ``gelap`` karena pengaruh dari sisi gelap Yoko Ono yang memang suka sekali memakai kacamata gelap.



Atau tamatnya kisah kehebatan Samson di karenakan kelihaian Leyla dalam memanfaatkan kemolekan tubuhnya sehingga sang perkasa tersebut dalam keadaan tak sadar dicabut bulu keteknya satu satu (sampai habis).

Sedang, mungkin nama Dibyo `nggak bakalan terkenal sebagai juragan tiket pertunjukan di Jakarta tanpa embel-embel kata ``ibu``. `Nggak yakin bakalan ada E=m.c2 tanpa kehadiran Mileva di saat sang jenius Einstein butuh tempat pencurahan isi hati. Atau `nggak yakin Paul McCartney dapat menciptakan lagu-lagu nan romantis kalau saja Linda tak pernah dilahirkan.


Semua itu mungkin dapat di anggap contoh dari sebuah sisi kehidupan yang memaksa kita untuk mempercayai adanya bagian lain yang kontra terhadap sebuah proses penglihatan.

Keripik kentang yang dibelinya sepulang kuliah tinggal setengahnya. Buru-buru Dhaniar menutup toples dan mengenyahkannya jauh-jauh.

Mamanya sudah mewanti-wanti untuk jangan terlalu sering makan makanan yang banyak karbohidratnya itu, kalau `nggak kepengen badannya jadi melar. Hiii...

           

Dhaniar beranjak dari kursi panjang, duduk di depan cermin meja riasnya. Kalau saja benda itu bisa ngomong, mungkin ia  berkata ``cantik sekali gadis ini``.

Terlihat ada beberapa jenis parfum untuk beberapa jenis acara. Beberapa warna lipstick plus kuasnya yang hampir sewarna. Dan beberapa facial cosmetics. Semuanya untuk kecantikan. Semuanya sebagai pelengkap untuk melaksanakan kodratnya yang ingin terlihat menarik.


Kalau dilihat, kebanyakan ``peralatan perang``nya adalah produk dalam negri. Produk yang `enggak tau kenapa `nggak bisa bernafas di habitatnya sendiri. Habitat yang seharusnya memberi nafas buat produk-produk tersebut. Rupanya gadis semata wayang ini cinta terhadap negrinya sendiri.



Diambilnya pembersih muka untuk menghilangkan pelembab yang dipakainya sewaktu berangkat kuliah tadi pagi. Gincu merah muda yang sudah sedikit pudar dihapus dengan tissue lembut yang dicelupkan di air.

Temannya pernah bilang untuk sesegera membersihkan muka, soalnya bagaimanapun baiknya sebuah kosmetik tetap aja itu merupakan benda asing bagi tubuh kita sendiri.


Namanya aja benda asing, pasti asing bagi tubuh kita yang bukan merupakan benda asing ini.

Tapi kadang Dhaniar juga menuruti nasihat temannya itu, tapi lebih sering melanggarnya. Ah dasar cewek!.



Tampak sesekali wajahnya dimiringkan ke kanan dan ke kiri, alisnya dinaik turunkan, bibirnya dibentuk seperti sedang tersenyum atau dimonyongkan. Seakan belum begitu yakin kalau sang

Pencipta telah mengerahkan segala kemampuan-Nya untuk membentuk salah satu Master piece ini.





Mojokerto 26’3’00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar