Rabu, 16 Januari 2013

Syekh Siti Jenar

 
BAGI yang sudah mapan dengan kondisi keislaman yang dimiliki tentu melihat ajaran syech Siti Jenar sebagai sesuatu yang kontra. Yang di anggap aneh alias nyleneh.
Kenapa... karena dia membalikan 180 derajat cara berfikir kaum awam.

Memahami ajaran syech Siti Jenar tanpa menimbulkan konflik diri memerlukan keiklasan dan kompromi. Bukan kompromi yang ini benar yang itu juga benar tapi lebih di lihat background siapa orang istimewa di balik semua ini.

Siti Jenar bukan seorang teolog tetapi praktisi yang pikirannya di dasarkan pada pengetahuan yang mendalam atas Al quran dan hadis. Dimana selalu ada penjelasan di setiap kata kata dan perbuatannya.
Ajarannya di anggap sesat karena memang apa yang di sampaikan tidak bisa di terjemahkan secara harfiah tapi perlu di pahami secara lintas konteks antara lahiriah dan batiniah.

Ilmunya melampaui masanya… bahkan setelah 1000 tahun kematiannya.

Saat meyakini bahwa sekarang ini kita hidup, justru dia mengatakan sebaliknya kita sebenarnya dalam keadaan mati.

Saat sebagian perpendapat jasmani dan material di sekitarnya sebagai sarana untuk ibadah, beliau justru berpendapat bahwa semua itu hanya penghalang dalam mencapai sang khalik.

Saat kita merasa doa belum di kabulkan karena mungkin memang belum di kabulkan atau di ganti dengan yang lain. Kata dia itu karena kita tidak kenal Allah, kita saja yang menganggap kalau kenal Allah.

Saat kita merasa akan masuk surga karena rajin ibadah, meninggalkan hal yg tdk terpuji karena takut neraka... sejatinya semua itu karena cintanya terhadap Tuhan.

Membuang ke-aku-an berfokus pada sang khalik.

Bukan kita yang melaksanakan shalat tapi karena di gerakan oleh Allah untuk melakukan shalat atau ibadah lainnya.

Kematian dan hakikat diri. Dua hal yang melandasi pikiran Siti Jenar.
Dengan memaknai kematian, kehidupan bisa di pahami.
Mengetahui hakikat diri maka tujuan penciptaan lebih mudah di raih.

Dua hal itu pulalah yang paling di takuti manusia, apalagi di jaman kapitalisme narsisme ini.

Orang takut mati, takut meninggalkan apa yang sudah di miliki.
Meski tubuh sudah di selimuti berbagai perhiasan dunia masih bingung saat di tanya siapa diri saya. Karena tidak adanya hakikat diri.

Syech Siti Jenar mamadukan antara filosopi Jawa dan Islam. Beliau membuat kesimpulan sendiri yang terlepas dari pendapat dan pandangan para ulama ulama sebelumnya termasuk para ulama besar Timur Tengah. Bahkan cenderung untuk bertolak belakang. Salah satunyai konflik dengan wali songo.

Para wali songo berpendapat Siti Jenar di pandang telah mengajarkan ilmu untuk menyingkap rahasia alam… ilmu yang tidak boleh di pelajari oleh sembarangan orang, karena akan merusak tatanan syariat agama yang telah di tetapkan kesultanan Demak. Para wali akan merasa pekerjaannya menjadi sia sia. Ada versi yg mengatakan akhirnya Siti Jenar di hukum pancung, tetesan darahnya membentuk tulisan Allah.

Manunggaling kawula kalawan gusti, sari pati dari ajaran Siti Jenar. Saat seorang sudah menyatu dengan sang khalik, maka segala sesuatunya mencerminkan sifat sifat Allah. Tidak ada yang perlu di takutkan dan khawatirkan.
Seperti radio FM yang terus menerima sinyal dari pemancarnya. Yang hanya menjalankan apa yang di terimanya. Tuhan maha hadir.

Hidup yang sebenarnya adlh hidup yang tdk membutuhkan pertolongan dari sesamanya.

La tahzan inna Allaha ma’ana.... jangan khawatir karena Allah beserta kita.

Sekarang tentunya sdh sedikit paham jika 2 orang berbeda keyakinan: syech Siti Jenar dan Fir'aun sama sama bilang "Aku Tuhan"
...tentu tidak bisa disamakan maksudnya.

wallahualam bishawab